Boediono adalah salah satu ''otak (mastermind)'' skandal BLBI Rp650 triliun, dalam bentuk kebijakan bail out dana negara untuk para konglomerat hitam, suatu kejahatan finansial terbesar dalam sejarah di Asia akhir abad 20. Kini pada awal abad 21, Wakil Presiden Boediono diduga kuat merupakan otak di balik rencana pendirian perusahaan joint venture antara perusahaan baja pelat merah Krakatau Steel (KS) dan perusahaan baja terbesar ketiga di dunia, Posco, milik Korea Selatan.

''Saya yakin Boediono otak di balik privatisasi dan jual obral Krakatau Steel yang didirikan Bung Karno itu. Dalam kasus privatisasi Indosat era Presiden Megawati dulu, saya dengar juga Boediono otaknya sebab dia Neolib tulen yang tak segan menjual aset negara untuk kepentingan asing,'' kata Nehemia Lawalata, Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia yang juga pemerhati ekonomi-politik.

Untuk memuluskan rencana ini pemerintah akan melego 20 persen saham Krakatau Steel (KS) di lantai bursa per tanggal 10 November. Dari lego saham itu diharapkan pemerintah mendapatkan dana segar yang selanjutnya akan disetor sebagai saham dalam perusahaan patungan dengan Posco.

Rencana pembangunan perusahaan patungan tersebut sudah dibicarakan sejak akhir tahun lalu, dan resmi diumumkan awal Agustus 2010. Indonesia akan mengantongi 30 persen saham, dan Korea Selatan mengantongi saham mayoritas sisanya. Pabrik baja akan dibangun di Cilegon, Banten. Proyek pembangunan telah dimulai dua pekan lalu. Adalah Ketua DPR Marzuki Alie dari Partai Demokrat yang meletakkan batu pertama pembangunan pabrik Krakatau Posco.

Baik pendirian perusahaan patungan Krakatau Posco dan penjualan 20 persen saham Krakatau Steel di lantai bursa dianggap sama-sama bermasalah.

Korea Selatan melalui Krakatau Posco dikhawatirkan, lambat laun atau dengan kecepatan penuh, akan mengambil alih industri baja di dalam negeri dan kawasan Asia Tenggara. Beberapa tahun terakhir, Korea Selatan memang terlihat begitu bersemangat memperkuat industri baja mereka hingga ke negeri-negeri lain. Selain Asia Tenggara, negeri ginseng ini tengah mengincar pasar baja Australia dan Amerika Latin.

Tidak ada jaminan besar saham Indonesia di Krakatau Posco bisa didongkrak setelah tahap pertama produksi Krakatau Posco selesai di tahun 2013. Berkaca pada proses privatisasi berbagai BUMN selama ini, mungkin sekali yang kn terjadi adalah: jumlah saham Indonesia di Krakatau Posco berkurang signifikan hingga mendekati zero.

Modus privatisasi ini memang sedikit berbeda dibandingkan dengan privatisasi perusahaan-perusahaan pelat merah sebelumnya, seperti Indosat dan Blok Cepu. Dalam privatisasi sebelum ini pihak asing menguasai saham lewat direct buying. Sementara untuk kasus Krakatau Steel, pihak asing mengambil “jalan memutar” dengan dalih alih teknologi dan asistensi ekspansi.

Harga jual saham Krakatau Steel di pasar modal pun terlalu rendah, hanya Rp 850 per lembar saham. Mestinya, bila mengikuti harga pasar, saham Krakatau Steel layak dijual di kisaran Rp 1.500 per lembar saham. Belum lagi, bila pemerintah lebih dahulu merevaluasi Krakatau Steel, maka nilai saham perusahaan baja yang didirikan di era Presiden Sukarno itu bisa dijual di atas Rp 1.700 per lembar saham.

Lantas di mana peranan Boediono?

Boediono adalah tokoh yang paling berkepentingan dengan privatisasi perusahaan nasional. Sejak masa kampanye Pilpres 2009 lalu dia telah menggembar-gemborkan gagasan pentingnya melajutkan program privatisasi, termasuk privatisasi Krakatau Steel, yang telah dimulai sejak dirinya duduk di berbagai lembaga pemerintahan pasca Orde Baru.

Boediono telah memainkan peranan penting di balik penjualan Krakatau Steel sejak pertengahan 2008, setelah Presiden SBY (ketika itu masih berduet dengan JK) menerima kunjungan perusahaan baja terbesar di dunia, Arcelor Mittal dari Luksemburg. Dalam pertemuan itu, Mittal mengajukan proposal senilai 3 miliar dolar AS dalam bentuk kerjasama dengan PT Aneka Tambang Tbk dan PT Krakatau Steel.

Menurut Menteri Perindustrian, kala itu, Fahmi Idris, Mittal menawarkan tiga hal. Pertama, mengembangkan pertambangan yang terkait dengan baja. Kedua, menjadi strategic partner Krakatau Steel. Dan ketiga, membuat perusahaan patungan bersama Krakatau Steel.

SBY menyetujui proposal Mittal dan memerintahkan Menteri Koordinator Perekonomian, kala itu, Boediono merumuskan secara detil rencana kerjasama tersebut. Bagi Boediono, gagasan menjual Krakatau Steel ini sejalan dengan gagasan yang dimilikinya. Maka, dalam kampanye Pilpres 2009 yang lalu Boediono dengan percaya diri mengatakan akan melanjutkan penjualan perusahaan-perusahaan pelat merah, termasuk Krakatau Steel, bila SBY dan dirinya memenangkan pemilihan.

Kini kita semua sama-sama menyaksikan betapa Boediono telah membuktikan janji itu.

Kritik Ekonom
Soal Krakatau Steel, ekonom Hendri Saparini prihatin, karena kelihatannya publik masih belum paham dengan potensi kerugian besar yang akan dialami Indonesia setelah saham Krakatau Steel dijual.Menurut Direktur Eksekutif Econit Advisory Group itu, masih banyak pihak yang mengira dengan initial public oeffering/IPO, KS akan diuntungkan, karena bisa melakukan ekspansi. Sementara pemerintah akan tetap memegang saham mayoritas, yakni 80 persen.
Persoalannya, jelas Hendri kepada Rakyat Merdeka Online, dana yang diperoleh dari IPO sebesar Rp 2,6 triliun akan disetorkan ke perusahaan baru hasil patungan atau joint venture yang didirikan KS bersama perusahaan Korea Selatan POSCO.

Di perusahaan JV itu KS hanya akan memiliki saham minoritas sebesar 30 persen.Untuk selanjutnya, perusahaan patungan itulah yang akan mengambil peran besar melakukan ekspansi. Pada setiap ekspansi, KS berkewajiban menyetorkan tambahan modal kepada perusahaan JV.

Hal itu kelihatannya akan sulit dilakukan tanpa harus menjual (lagi) aset maupun saham pemerintah di KS. Konsekuensi dari hal ini adalah: saham pemerintah di KS akan berkurang, begitu juga dengan posisi KS di perusahaan JV akan melemah.“Dengan potensi kerugiaan bagi kepentingan nasional itu, apakah rakyat akan tetap membiarkan penjualan saham KS di lantai bursa per 10 November nanti?” tanya Hendri lagi.

0 komentar:

Posting Komentar