”SBY ini seperti pendahulunya, Pak Harto almarhum (Mantan Presiden RI kedua, red). Ini sudah mencapai puncak kezalimannya sehingga membayangkan bahwa segala sesuatunya indah,” ucap Bang Bintang, sapaan akrabnya, usai memberikan materi pada Pelatihan Rakyat Pintar (PRP) yang digelar Fordis Waroeng Rakyat di Kecamatan Lebakwangi, kemarin (30/01).
Bintang mengatakan, ayat Alquran terkait keindahan itu ada. Orang yang sudah mulai akan dihukum oleh Allah SWT, kata dia, maka segala sesuatunya dianggap indah. Sehingga SBY menganggap indah-indah saja ketika mempersoalkan gaji yang tidak naik selama tujuh tahun.
”Dia lupa begitu menderitanya rakyat yang pendapatannya tidak mencapai Rp20 ribu per hari. Dan saya pikir dia (SBY, red) sedang mencapai saat-saat itu. Menurut saya ini saat-saat kejatuhan dia. Biarkanlah dia ngomong karena yang dia omongkan indah baginya. Padahal itu sebetulnya sebuah upaya dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mulai menghukum orang yang berlaku zalim atau tak adil,” tandasnya.
Saat ditanya berapa ideal gaji presiden, Bintang menceritakan sejarah kemerdekaan. Waktu dulu, kata dia, Bung Hatta pernah mengatakan perbedaan antara orang yang paling kaya dengan yang paling miskin tidak boleh lebih dari 25 kali. Seumpama gaji predisen Rp75 juta, maka gaji tukang sapu harus Rp 3 juta lantaran dibagi 25. ”Tapi angka 25 itu zaman kemerdekaan. Sekarang Indonesia sudah 65 tahun merdeka. Logikanya angka itu diperkecil supaya pemerataan berlangsung,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menyebutkan, hasil survei 3-4 tahun lalu, penduduk Jakarta dengan dua orang tua dan dua anak minimal harus berpendapatan Rp5 juta. Jadi kalau mau berbicara minimum, maka gaji tukang sapu harus Rp5 juta.
Boleh SBY bergaji 25 kalinya, imbuh dia, asalkan gaji tukang sapu harus Rp5 juta. Tapi jika gaji tukang sapu hanya mencapai Rp500 ribu, maka gaji presiden mesti Rp10 juta kalau berpatokan pada angka 25 kalinya.
”Konon Pak Harto juga gajinya Rp10 juta dulu. Lantas zaman Gus Dur, Bambang Sudibyo bilang ke saya bahwa dirinya disuruh menaikkan gaji sampai Rp70 juta. Jadi Rp62 juta itu saya kira setelah dikurangi pajak. Tapi masa iya pajaknya cuma 10 persen,” tuturnya.
Bintang menegaskan, harus ada perimbangan. Pemerataan harus terjadi, jangan kemudian masih ada yang mengais-ngais sampah. Dia menceritakan sebuah kisah kedatangan seorang pendeta dari Texas yang ingin bertemu dengannya. Pendeta tersebut mengatakan dirinya mengenal Indonesia luar biasa. Tapi setelah datang ke Jakarta, ternyata ia menemukan masih ada orang yang mengais sampah.
Tentu saja keinginan presiden menular pada bawahannya, termasuk para pemimpin daerah seperti bupati atau walikota. Sebetulnya, kata dia, yang ditularkan itu bukan cuma berkaitan dengan gaji, melainkan pula korupsinya. Apabila gaji seorang pimpinan daerah Rp5 juta maka itu belum terhitung korupsinya berapa.
”65 tahun Indonesia merdeka, namun rakyatnya belum merasakan kemerdekaan. Bahkan ada yang bilang, justru Belanda lebih manusiawi ketimbang pemimpin-pemimpin kita sekarang. Contohnya, Bung Karno dan Bung Hatta dulu dibuang tapi mereka mendapatkan gaji. Berbeda dengan sekarang, tidak hanya ditangkap dan dipenjara tapi disiksa juga. Situasi sekarang era penjajahan bangsa sendiri lebih jahat ketimbang zaman Belanda,” paparnya.
Kepada para pemimpin daerah, pihaknya mengingatkan harus waspada. Jangan mengira bahwa SBY akan tetap bercokol sebagai presiden. Pihaknya mengingatkan agar hati-hati karena rakyat mempunyai batas waktu. ”Rakyat punya batas waktu bahwa kejahatan itu akan ditumbangkan. Jadi kepada para pemimpin daerah jangan buru-buru senang dulu. Indonesia harus kembali jaya,” pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar