JAKARTA, RIMANEWs- Bentrok kembali terjadi di depan Istana Negara. Bentrok kali ini terjadi antara demonstran yang menggelar aksi dengan aparat keamanan yang menjaga.

Ratusan massa dari Komite Aksi Rakyat Teritorial (Karat) yang terdiri dari beberapa kampus, seperti Universitas Pamulang, IISIP dan Universitas Muhammadiyah Jakarta mulanya menggelar orasi.

Namun, tiba-tiba polisi merangsek masuk karena menuduh beberapa oknum mahasiswa memprovokasi massa aksi untuk mendekat ke Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara.

Tapi, sayangnya, polisi tidak berhasil menangkap beberapa orang tersebut karena ketatnya barikade penjagaan mahasiswa. Polisi pun bergegas mundur.

Sampai saat ini, aksi massa masih berlangsung di depan Istana Negara. Orator tetap menyemangati massa demonstran.

"Kita sepakat SBY-Boediono untuk dihentikan. SBY-Boediono pemenggal kepala rakyat," teriak orator berapi-api.

"Lalu apakah apakah reshuffle adalah solusi permasalahan bangsa kawan-kawan?" tanya orator.
Sontak pertanyaan itu dijawab dengan kompak dan riuh rendah. "Tidak," jawab massa.

SBY-Boediono, imbuh orator, tidak pernah menyejahterakan rakyat. "Lihat saudara-saudara kita di Papua. Mereka seperti tikus yang mati di lumbung beras. Papua kaya, tapi rakyat miskin," lanjutnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah melanggar empat pilar kebangsaan Indonesia, yakni Proklamasi, Pancasila, Trisakti dan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Demikian disampaikan Koordinator Aksi Komite Aksi Rakyat Teritorial, Yudi Rijali Muslim kepada pers, Kamis.

"Dalam empat tahun pemerintahan SBY telah mengkhiananti empat pilar itu. SBY tidak memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Dalam Trisakti, Presiden SBY tidak menumbuhkan semangat berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan," jelas Yudi.

Lebih daripada itu, SBY juga membuktikan diri sebagai antek asing dalam kebijakan perekonomian dan perdagangan.

"SBY-Boediono seperti dikangkangi asing. SBY masih pro dengan kepentingan asing. Kita dicengkeram oleh lembaga moneter kapitalis seperti WTO, IMF dan Bank Dunia," jelasnya.

Oleh karenanya, Pemerintahan SBY-Boediono harus dihentikan dan diganti dengan pemerintahan transisi dalam Komite Nasional Indonesia.

"Komite Nasional ini harus segera dibentuk dengan pengawalan mahasiswa-pemuda sebagai pemimpin strategis bangsa bersama TNI-tentara rakyat sebagai kekuatan strategis bangsa," imbuh Yudi.

Mengenai aksi yang dilakukan hari ini, Yudi menjelaskan bahwa aksi akan dilakukan dengan konvoi kendaraan. Rutenya, akan melalui Mabes AD, Mabes TNI, Markas Kostrad dan akan diakhiri di depan Istana Negara.

ntrokan antara polisi dan mahasiswa yang menggelar unjuk rasa di depan Istana Negara terjadi. Hingga kini sudah 10 mahasiswa yang ditangkap polisi karena berusaha menerobos masuk ke dalam istana.

Dari pantuan VIVAnews.com, sekitar pukul 17.15 WIB, tujuh mahasiswa ditangkap polisi setelah terlibat aksi saling dorong. Mereka mendesak polisi untuk membebaskan tiga rekannya yang lebih dulu ditangkap karena membakar ban saat aksi berlangsung.

Tujuh mahasiswa yang ditangkap langsung dimasukan ke mobil patroli milik Sat Reskrim Polres Jakarta Pusat. Sementara tiga mahasiswa yang diduga melakukan aksi bakar ban sudah dibawa ke Polda Metro Jaya. Sejumlah bambu juga ikut dibawa polisi untuk dijadikan barang bukti.

Hingga kini petugas masih membuat pagar betis masih mengawal aksi agar mahasiswa tidak mendekat ke arah Istana Negera. Ratusan mahasiswa ini menggelar orasi di depan areal Monas yang jaraknya hanya beberapa meter dari pintu masuk istana.

Selain dari Komite Aksi Rakyat Teroterial (Karat), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMMI) sejumlah aksi mahasis gabungan juga digelar. Mereka antara lain dari IISIP, Unpad, dan UMJ.
Mahasiswa menutut pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera mundur karena telah mengingkari janjinya untuk mensejahterakan rakyat. Aksi ini digelar mahasiswa untuk mengevaluasi kinerja pemerintah SBY yang sudah berlagsung salama dua tahun..

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar